PENGARTIAN TEORI BELAJAR, MACAM-MACAM TEORI BELAJAR
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari
pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan hanya sekadar
menghapal, melainkan suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang. (Rusman,
2014: 134)
Belajar bagi orang awam adalah mencoba melakukan hal yang baru yang belum
bisa ia lakukan sebelumnya. Seorang anak melihat temannya bermain sepeda di
depan rumahnya. Anak yang melihat ini mau belajar membawa sepeda. Ia
memperhatikan bagaimana temannya tadi
mengayuh sepeda. Ia mau meniru cara anak tadi mengayuh sepeda. Suatu
pagi anak itu meminta sepeda kepada Ayahnya. Ayah dengan penuh kasih sayang
mengabulkan permintaan anaknya. Terobsesi dengan teman-temannya main sepeda
sang anak langsung mengendarai sepedanya itu hingga terjatuh berkali-kali.
tanpa mempedulikan rasa sakit ia belajar terus sampai si anak pandai naik sepeda.
Belajar ada yang mengatakan sebuah pengalaman yang pernah dialami dan
dirasakan hasilnya oleh seseorang. Sesuai dengan ungkapan “alam takambang jadi guru.” Artinya, belajar itu dapat dari mana
saja, seperti lingkungan masyarakat, alam terbuka, tidak hanya di lingkungan
sekolah.
Ada juga yang mengatakan belajar itu hasilnya harus ada membawa perubahan
yang permanen bagi pembelajar. Misalnya, seorang anak belajar tentang
kebersihan, dari proses belajar ia sudah tahu menjaga kebersihan itu
diantaranya tidak boleh buang sampah sembarangan. Karena sudah permanen setiap
ada sampah ia selalu membuangnya ke tong sampah tanpa disuruh lagi. Ternyata cukup
banyak pandangan orang tentang belajar. Makalah ini mencoba membahas belajar
dan teori belajar menurut pera ahli.
1.2. Rumusan
Masalah
Perumusan masalah kajian ini adalah sebagai berikut:
1. apakah pengertian belajar?
2. apa sajakah jenis teori belajar menurut para ahli?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui:
1. pengertian
belajar,
2. jenis teori belajar menurut para ahli.
2.1.
Pengertian Belajar
Para ahli telah
menyusun pengertian belajar dari beberapa sudut pandang yang berbeda sesuai
dengan keilmuan yang melatarbelakangi mereka. Berikut ini penulis kutip
pengertian belajar dari beberapa sumber.
Belajar adalah perubahan yang relatif
permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman
atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon.
Berdasarkan teori ini seseorang dikategorikan belajar bila
sudah mendapatkan stimulus sebagai input dan output berupa respon. stimulus ini
apa saja yang diberikan atau ditransfer pengajar kepada seseorang yang belajar,
dan respon adalah reaksi yang dilakukan atau didapatkan oleh pelajar, biasanya
ditandai dengan perubahan perilaku dan pengetahuan yang diperoleh
pelajar. (sumber :Wikipedia.org)
Winkel berpendapat, belajar adalah semua aktivitas mental
atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.
Gagne di dalam bukunya The
Conditions of Learning 1977, pengertian belajar merupakan sejenis perubahan
yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari
sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan
yang serupa itu. Perubahan yang terjadi dimaksud disebabkan adanya
pengalaman dan latihan-latihan bukan berupa akibat refleks atau naluri. sumber:belajarpsikologi.com
Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata,
1984:252) Pengertian Belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda
dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Berdasarkan pengertian
ini segala proses yang dilakukan secara sadar dan menimbulkan perubahan dari
diri pelajar dianggap belajar. (sumber:belajarpsikologi.com)
Moh. Surya berpendapat pengertian Belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksinya dengan lingkungan. (sumber:belajarpsikologi.com).
Vernon S. Gerlach & Donal P. Ely (1971) dalam Arsyad (2011: 3)
mengemukakan bahwa “belajar adalah perubahan perilaku, sedangkan perilaku
itu adalah tindakan yang dapat diamati. Dengan kata lain perilaku adalah suatu
tindakan yang dapat diamati atau hasil yang diakibatkan oleh tindakan atau
beberapa tindakan yang dapat diamati”. sumber : ichaledutech
Imron, (1996;2) mendefinisikan belajar adalah sebagai suatu perubahan
tingkah laku dalam diri seseorang yang relative menetap sebagai hasil dari
sebuah pengalaman.
Slameto (2003:2) berpendapat secara psikologi, belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi
siswa dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhannya.
Cronbach dalam Djamarah (2002:13) mengartikan belajar sebagai usaha
aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Menurut Djamarah (2002:13) ini belajar juga dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa
dan raga. Gerak tubuh yang nampak harus sejalan dengan proses jiwa untuk
memperoleh perubahan. Perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik saja,
tetapi juga perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru.
Perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan yang berpengaruh terhadap
tingkah laku seseorang.
Muhibbin berpendapat Belajar adalah
kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam
penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. sumber
: belajarbagus.com
Bower (1987;150) berpendapat Belajar adalah ditunjukkan oleh
perubahan yang relatif tetap dalam perilaku yang terjadi karena adanya latihan
dan pengalaman-pengalaman. Kemudian menurut Bower (1987: 150) “Learning is
a cognitive process”. Belajar adalah suatu proses kognitif.sumber:
visiuniversal
Berdasarkan pendapat di atas dapat penulis
simpulkan belajar adalah adanya perubahan tingkah laku secara sadar akibat
adanya interaksi antara stimulus dan respon hasil dari pengalaman atau latihan.
Perubahan perilaku didapat secara tidak sadar seperti fenomena Ponari dia dapat
ilmu mengobati orang hanya didapat dari mimpi. Fenomena dukun yang datang
secara gaib itu tidak termasuk perubahan tingkah laku dari hasil belajar.
2.2.
Teori Belajar
Selain Pengertian belajar di atas ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli tentang Teori
Belajar ini.
Berikut adalah macam-macam teori belajar.
2.2.1.
Teori
belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah
sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang
menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan
teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
2.2.1.1 Teori Belajar Thorndike
Berdasarkan teori stimulus-respon, Thorndike menyatakan bahwa cara
belajar manusia dan binatang pada dasarnya sama, karena belajar pada dasarnya
terjadi melalui pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon, Menurut
Thorndike, terjadinya asosiasi stimulus dan respon berdasarkan tiga hukum,
yaitu:
a. Hukum kesiapan, yang mempunyai tiga ciri:
- Jika seseorang berkeinginan untuk bertindak dan keinginan tersebut dilaksanakan, maka dia akan puas dan tidak melakukan tindakan yang lain.
- Jika seseorang berkeinginan untuk bertindak dan keinginan itu tidak dilaksanakan, maka dia tidak puas dan akan melakukan tindakan yang lain.
- Jika seseorang tidak mempunyai keinginan untuk bertindak, tetapi dia melakukan tindakan itu, maka dia merasa tidak puas dan akan melakukan tindakan lain.
b. Hukum latihan, yang berprinsip utama pada latihan
(pengulangan). Oleh karena itu, jika guru sering memberi latihan (S) dan siswa
menjawabnya (R), maka prestasi belajar siswa pada pelajaran tersebut akan
meningkat. Thorndike menyatakan bahwa pengulangan tanpa ganjaran tidak efektif,
karena asosiasi S dan R hanya diperkuat oleh ganjaran. Jadi hukum latihan ini
mengarah pada banyaknya pengulangan, yang biasa disebut drill.
c. Hukum akibat, yang menunjukkan bahwa jika suatu hubungan dapat
dimodifikasi seperti halnya hubungan antara stimulus dan respon, dan hubungan
tersebut diikuti oleh peristiwa yang diharapkan, maka kekuatan hubungan yang
terjadi semakin meningkat. Sebaliknya, jika kondisi peristiwa yang tidak diharapkan
mengikuti hubungan tersebut, maka kekuatan hubungan yang terjadi semakin
berkurang.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seseorang akan melakukan
pekerjaan jika hasil pekerjaan itu akan memberikan rasa menyenangkan atau
memuaskan,. Sebaliknya, jika hasil tersebut tidak membawa dampak
menyenangkan, maka seseorang tidak melaksakan pekerjaan tersebut.
2.2.1.2 Teori Belajar Skinner
Menurut pandangan B. F. Skinner (1958), belajar merupakan
suatu proses atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara
progressif. Pengertian belajar ialah suatu perubahan dalam kemungkinan atau
peluang terjadinya respons. Skinner berpendapat bahwa ganjaran merupakan salah
satu unsur yang penting dalam proses belajar, tetapi istilahnya perlu diganti
dengan penguatan. Ganjaran adalah sesuatu yang menggembirakan, sedangkan
penguatan adalah sesuatu yang mengakibatkan meningkatkatnya suatu respon
tertentu. Penguatan tidak selalu berupa hal yang menggembirakan, tetapi dapat
terjadi sebaliknya.
2.2.1.3 Teori Belajar Robert M. Gagne
Sejalan dengan Thorndike dan Skinner, Gagne juga salah satu tokoh
penganut aliran psikologi Stimulus-Respon (S-R). Gagne berpendapat bahwa
terjadinya belajar seseorang karena dipengaruhi faktor dari luar dan faktor
dari dalam diri orang tersebut dimana keduanya saling berinteraksi (Nasution,
2000:136). Faktor dari luar (eksternal) yaitu stimulus dan lingkungan dalam
acara belajar, dan faktor dari dalam (internal) yaitu faktor yang menggambarkan
keadaan dan proses kognitif siswa.
Keadaan internal menunjukkan pengetahuan dasar (yang berkaitan
dengan bahan ajar), sedangkan proses kognitif menunjukkan bagaimana
kemampuan siswa mengolah/mencerna bahan ajar. Kondisi internal belajar ini
berinteraksi dengan kondisi eksternal belajar, dan dari interaksi tersebut
tampaklah hasil belajar. Untuk lebih memperjelas interaksi tersebut, disusun
suatu bagan yang mengilustrasikan interaksi antara komponen esensial belajar
dan pembelajaran.
Menurut Gagne, ada tiga tahap dalam belajar yaitu:
- Persiapan untuk belajar dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan, dan mendapatkan kembali informasi.
- Pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi), yang digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantik, pembangkitan kembali, respon, dan penguatan.
- Alih belajar yaitu pengisyaratan untuk membangkitkan dan memberlakukan secara umum.
Dengan demikian menurut Gagne hasil belajar merupakan hasil
interaksi stimulus dari luar dengan pengetahuan internal siswa.
2.2.2
Teori Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai
protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model
kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi
dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan
hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model
ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang
mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel,
Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan
yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang
memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep
sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari
lingkungan.
2.2.2.1 Teori Belajar
Ausubel
Sebagai pelopor
aliran kognitif, David Ausable mengemukakan teori belajar bermakna (meaningful
learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan dalam informasi baru
dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif
seseorang. (Ratna Willis Dahar: 1996). Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran
dapat menimbulkan belajar bermakna jika memenuhi prasayasat, yaitu:
1.
Materi yang akan
dipelajari melaksanakan belajar bermakna secara potensial
2.
Anak yang belajar
bertujuan melaksanakan belajar bermakna. Kebermaknaan materi pelajaran secara
potensial tergantung dari materi itu memiliki kebermaknaan logis dan
gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
Berdasarkan
pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausuble mengajukan 4 prinsip
pembelajaran , yaitu:
1.
Pengatur awal
(advance organizer)
Pengatur awal atau
bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama denan
konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Pemggunaan pengatur awal tepat dapat
meningkatkan pemahaman berbagai macam materi , terutama materi pelajaran yang
telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan
prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga
pembelajaran akan lebih bermakna.
2.
Diferensiasi
progresif
Dalam proses belajar
bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya unsur
yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu kemudian baru yang lebih
mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
3.
Belajar superordinat
Belajar superordinat
adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan kearah deferensiasi,
terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam
struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung
hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan
terjadi bila konsepkonsep yang lebih luas dan inklusif.
4.
Penyesuaian
Integratif
Pada suatu sasat
siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep
digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan
pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausable
mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif Caranya materi pelajaran
disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hiierarkhi-hierarkhi
konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan. Penangkapan
(reception learning). Menurut Ausubel , siswa tidak selalu mengetahui apa yang
penting atau relevan untuk dirinya sendiri sehigga mereka memerlukan motivasi
eksternal untuk melakukan kerja kognitif dalam mempelajari apa yang telah
diajarkan di sekolah. Ausable menggambarkan model pembelajaran ini dengan nama
belajar penangkapan.
Inti belajar
penangkapan yaitu pengajaran ekspositori, yakni pembelajaran sistematik yang
direncanakan oleh guru mengenai informasi yang bermakna (meaningful
information). Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1.
Penyajian advance
organizer
Advance organizer
merupakan pernyataan umum yang memeperkenalkan bagian-bagian utama yang
etrcakup dalam urutan pengajaran. Advance organizer berfungsi untuk
menghubungkan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi yang
telah berda didalam pikiran siswa, dan memberikan skema organisasional terhadap
informasi yang sangat spesifik yang disajikan.
2.
Penyajian materi atau
tugas belajar.
Dalam tahap ini, guru
menyajikan metri pembelajaran yang baru dengan menggunakan metode ceramah,
diskusi, film, atau menyajikan tugas-tugas belajar kepada siswa. Ausuble
menekankan tentang pentingnya mempertahankan perhatian siswa, dan juga
pentingnya pengorganisasian meteri pelajaran yang dikaitakan dengan struktur
yang terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses yang
disebut dengan diferensiasi progresif, dimana pembelajaran berlangsung setahap
demi setahap, dimulai dari konsep umum menuju kepada informasi spesifik,
contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep lama dengan konsep
baru.
3.
Memperkuat organisasi
kognitif.
Ausuble menyarankan
bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam stuktur yang telah
direncanakan di dalam permulaan pelajaran, degan cara mengingatkan siswa bahwa
rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi yang
bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta mengjukan pertanyaan
pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap pelajaran yang baru
dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan
pengorganisasian materi pembelajaran sebagaimana yang dideskripsikan didalam
advance organizer samping itu juga memberikan pertanyaan kepada siswa dalam
rangka menjajaki keluasan pemahaman siswa tentang isi pelajaran.
Ausubel (dalam Dahar,
1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna
(meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik
disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga
peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang
dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar ,1988 :142) juga menyatakan bahwa agar
belajar bermakna terjadi dengan baik dibutuhkan beberapa syarat, yaitu :
1.
Materi yang akan
dipelajari harus bermakna secara potensial,
2.
Anak yang akan
belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga mempunyai
kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.
Dikatakan lebih
lanjut oleh Ausubel (Dahar ,1989 :141) ada tiga kebaikan dari belajar bermakna
yaitu :
a)
Informasi yang
dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat,
b)
Informasi yang
dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
pelajaran yang mirip,
c)
Informasi yang
dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun
telah terjadi lupa.
Belajar
bermakna (meaningfull learning) yang digagas David P. Ausubel adalah suatu
proses pembelajaran dimana siswa lebih mudah memahami dan mempelajari, karena
guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sehingga mereka dengan mudah
mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya.
Sehingga belajar dengan “membeo” atau belajar hafalan (rote learning) adalah
tidak bermakna (meaningless) bagi siswa. Belajar hafalan terjadi karena siswa
tidak mampu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang lama.
Faktor-faktor
utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur
kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang
studi tertentu dan pada waktu tertentu. Seseorang belajar dengan
mengasosiasikan fenomena baru ke dalam skema yang telah ia punya. Dalam
prosesnya siswa mengkonstruksi apa yang ia pelajari dan ditekankan pelajar
mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam
system pengertian yang telah dipunyainya.
Ausubel
berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui
proses belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan
lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam
kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi,
akan lebih efektif jika menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi,
diagram dan ilustrasi.
Empat
tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:
A.
Belajar
dengan penemuan yang bermakna
Yaitu
mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang
dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari
kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
B.
Belajar
dengan penemuan yang tidak bermakna
Yaitu
pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan
pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
C.
Belajar
menerima (ekspositori) yang bermakna
Materi
pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai
bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan
yang ia miliki.
D.
Belajar
menerima (ekspositori) yang tidak bermakna
Yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara
logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang
baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki.
Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu:
a.
Belajar
menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memiliki strategi
belajar bermakna,
b.
Tugas-tugas
belajar yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa,
c.
Tugas-tugas
belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual
siswa.
2.2.2.2 Teori
Belajar Piaget
Jean Piaget, psikolog-kognitif dari Swiss ini, berpendapat bahwa
proses berpikir manusia merupakan suatu perkembangan bertahap dari berpikir
intelektual kongkrit ke abstrak secara berurutan melalui empat tahap. Urutan
tahapan itu tetap bagi setiap orang, tetapi usia kronologis bagi setiap orang
yang memasuki tiap tahap berpikir berbeda-beda tergantung kondisi masing-masing
individu. Keempat tahap tersebut adalah:
- Tahap sensori motor pada usia 0-2 tahun.
- Tahap praoperasional pada usia 2-7 tahun.
- Tahap periode operasi kongkrit pada usia 7-12 tahun.
- Yang terakhir adalah tahap operasi formal pada usia 12 tahun ke atas. Istilah operasi di sini dimaksudkan suatu proses berfikir logis yang merupakan aktivitas mental (bukan aktivitas sensori motor).
2.2.2.3 Teori Belajar Bruner
Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat
bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat
menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner
membedakan teori belajar menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
- Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru.
- Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.
- Evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan
agar dapat ditransformasikan. Hal ini tergantung pada hasil yang diharapkan, di
samping motivasi siswa, minat, keinginan dan dorongan untuk menemukan sendiri.
Selain itu, Bruner juga mengangkat empat tema pendidikan yaitu:
- Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan.
- Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar.
- Nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi.
Motivasi atau keinginan siswa
untuk belajar, dan kemampuan guru untuk memotivasinya
2.2.3
Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat
pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata
susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir(filosofi) pembelajaran konstektual
yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,
konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk
menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih
paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan
baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi.
Selain itu siswa terlibat secara langsung dengan
aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
2.2.3.1 Teori Belajar Vigotsky
Nama lengkapnya
adalah Lev Semyonovich Vygotsky. Ia dilahirkan di salah satu kota Tsarist,
Russia, tepatnya pada pada 17 November 1896, dan berkuturunan Yahudi. Ia
tertarik pada psikologi saat berusia 28 tahun.
Seseorang yang
belajar dipahami sebagai seseorang yang membentuk pengertian/pengetahuan secara
aktif dan terus-menerus. Inti teori Vygotsky adalah menekankan
interaksi antara aspek “internal” dan “eksternal” dari pembelajaran dan
penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vygotsky,
fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam
konsep budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa
bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas- tugas itu
berada dalam “zone of proximal development” mereka. Zone of
proximal development adalah jarak antara
tingkat perkembangan sesungguhnya yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan
masalah secara mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan
dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman
sebaya yang lebih mampu.
Vygotsky banyak
menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan
perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental
yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan
perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi
seperti ingatan, berpikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih
tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan
alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh
anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman pembelajaran
yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin
mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah
berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam
kebudayaannya.
Aliran psikologi yang
dipegang oleh Vygotsky lebih mengacu pada kontruktivisme karena ia lebih
menekankan pada hakikat pembelajaran sosiokultural. Dalam analisisnya,
perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri
secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial secara aktif. Oleh karenanya, konsep teori perkembangan kognitif
Vygotsky berkutat pada tiga hal:
1.
Hukum Genetik tentang
Perkembangan (Genetic Law of Development)
Setiap kemampuan
seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua aturan, yaitu tataran sosial
lingkungannya dan tataran psikologis yang ada pada dirinya.
2.
Zona Perkembangan
Proksimal (Zone of Proximal Development)
Meskipun pada
akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman
sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika
berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan
pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain. Vygotsky membedakan antaraactual
development dan potential development pada
anak. Actual development ditentukan apakah seorang anak dapat
melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial
development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan
masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
3.
Mediasi
Mediator yang
diperankan lewat tanda maupun lambang adalah kunci utama memahami proses-proses
sosial dan psikologis. Makanya, jika dikaji lebih mendalam teori perkembangan
kognitif Vygotsky akan ditemukan dua jenis mediasi, yaitu metakognitif dan
mediasi kognitif. Media metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotic yang
bertujuan untuk melakukan self regulation (pengaturan diri) yang mencakup self
planning, self monitoring, self checking, danself evaluation. Media
ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi. Sedangkan media kognitif adalah
penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan
pengetahuan tertentu. Sehingga media ini dapat berhubungan dengan konsep
spontan (yang mungkin salah) dan konsep ilmiah (yang
lebih terjamin kebenarannya).
Vygotsky lebih
menekankan pada peran aspek sosial dalam pengembangan intelektual atau kognitif
anak. Vygotsky memandang bahwa kognitif anak berkembang melalui interaksi
sosial. Anak mengalami interaksi dengan orang yang lebih tahu. Secara singkat,
teori perkembangan sosial berpendapat bahwa interaksi sosial dengan budaya
mendahului. Maksudnya dari relasi dengan budaya membuat seorang anak mengalami
kesadaran dan perkembangan kognisi. Jadi intinya Vygotsky memusatkan
perhatiannya pada hubungan dialektik antara individu dan masyarakat dalam
pembentukan pengetahuan.
Pengetahuan terbentuk
sebagai akibat dari interaksi sosial dan budaya seorang anak. Pengetahuan
tersebut terbagi menjadi dua bentuk, yaitu pengetahuan spontan dan pengetahuan
ilmiah. Pengetahuan spontan mempunyai sifat lebih kurang teridentifikasi secara
jelas, tidak logis, dan sistematis. Sedangkan pengetahuan ilmiah sebuah
pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal dan sifatnya lebih luas,
logis, dan sistematis. Kemudian proses belajar adalah sebuah perkembangan dari
pengertian spontan menuju pengertian yang lebih ilmiah.
2.2.4 Teori Belajar
Humanistik
Menurut Habermas, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud adalah lingkungan alam maupun lingkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan.
Menurutnya ada 3 tipe belajar :
Menurut Habermas, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud adalah lingkungan alam maupun lingkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan.
Menurutnya ada 3 tipe belajar :
§
Belajar Teknis (technical learning) → bagaimana seseorang
dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar. Pengetahuan dan
keterampilan apa yang dibutuhkan dan perlu dipelajari agar mereka dapat
menguasai dan mengelola lingkungan sekitarnya dengan baik.
§
Belajar Praktis (practical learning) → bagaimana seseorang
dapat berinterkasi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang
disekelilingnya dengan baik.
→ Kegiatan belajar lebih mengutamakan terjadinya interaksi yang harmonis antara sesama manusia. Pemahaman dan keterampilan seseorang dalam mengelola lingkungan alamnya tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan manusia pada umumnya. Interaksi yang benar antara individu dengan lingkungan alamnya hanya akan tampak dari kaitan atau relevansinya dengan kepentingan manusia.
→ Kegiatan belajar lebih mengutamakan terjadinya interaksi yang harmonis antara sesama manusia. Pemahaman dan keterampilan seseorang dalam mengelola lingkungan alamnya tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan manusia pada umumnya. Interaksi yang benar antara individu dengan lingkungan alamnya hanya akan tampak dari kaitan atau relevansinya dengan kepentingan manusia.
§
Belajar Emansipatoris (emancipatory learning) → menekankan
upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan
terjadinya perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya.
Dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang benar untuk mendukung terjadinya transformasi kultural tersebut. Pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi kultural inilah yang oleh Habermas dianggap sebagai tahap belajar yang paling tinggi, sebab transformasi kultural adalah tujuan pendidikan yang paling tinggi.
Humanistik
§
Abraham Maslow
§
Mazhab ketiga dalam perkembangan psikologi ini, lahir
sebagai reaksi atas teori-teori Behaviorisme (kental dengan sifat
behavioristik, asosianistik dan eksperimental) dan Psikoanalisis (depth
psychology dengan sifat klinis-pesimistik).
§
Suatu telaah terhadap sisi-sisi yang lebih bermanfaat,
bermakna dan dapat diterapkan bagi kemanusiaan, yang kemudian menjadi titik
tolak bagi pengembangannya.
Teori MasLow
§
Pentingnya kesadaran akan perbedaan individu, dengan
memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan. Menggali dan menemukan sisi-sisi
kemanusiaan, pada taraf tertentu akan sampai pada penemuan diri.
§
Proses belajar yang ada pada diri manusia adalah proses
untuk sampai pada aktualisasi diri (learning how to be).
§
Belajar adalah mengerti dan memahami siapa diri kita,
bagaimana menjadi diri sendiri, apa potensi yang kita miliki, gaya apa yang
anda miliki, apa langkah-langkah yang anda ambil, apa yang dirasakan,
nilai-nilai apa yang kita miliki dan yakini, kearah mana perkembangan kita akan
menuju.
Belajar di satu sisi adalah memahami bagaimana anda berbeda dengan yang lain (individual differences), dan di sisi lain adalah memahami bagaimana anda menjadi manusia sama seperti manusia yang lain (persamaan dalam specieshood or humanness)
Carl Rogers
Carl Rogers lebih menekankan pada pengalaman individu sebagai fenomena-logikal yg dialami oleh individu sendiri. Menurut Rogers, setiap individu mempunyai kecenderungan dan hasrat sendiri untuk mencapai kesempurnaan hidup.
Setiap individu membentuk konsep hidup yg unik melalui sistem nilai dan kepercayaan yg berbeda dgn org lain. Tingkah laku yg ditunjukkan adalah selaras dengan konsep kehidupannya. Tingkah laku individu hanya diperoleh melalui proses komunikasi,
Carl Rogers lebih menekankan pada pengalaman individu sebagai fenomena-logikal yg dialami oleh individu sendiri. Menurut Rogers, setiap individu mempunyai kecenderungan dan hasrat sendiri untuk mencapai kesempurnaan hidup.
Setiap individu membentuk konsep hidup yg unik melalui sistem nilai dan kepercayaan yg berbeda dgn org lain. Tingkah laku yg ditunjukkan adalah selaras dengan konsep kehidupannya. Tingkah laku individu hanya diperoleh melalui proses komunikasi,
III. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat penulis simpulkan
1. belajar adalah adanya
perubahan tingkah laku secara sadar akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon hasil dari pengalaman atau latihan. Perubahan perilaku didapat secara
tidak sadar seperti fenomena Ponari dia dapat ilmu mengobati orang hanya didapat
dari mimpi. Fenomena dukun yang datang secara gaib itu tidak termasuk perubahan
tingkah laku dari hasil belajar.
2.
Jenis teori
belajar menurut para ahli secara garis besar ada empat yaitu: teori
behaviorisme, teori kognitivisme, teori kontruktivisme, dan teori
humanistik.
3.
teori
behaviorisme, aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
4.
teori
kognitivisme, Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik
memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan,
dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan
yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
5.
teori
kontruktivisme; pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong
6.
teori
humanistik; belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu
dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud adalah lingkungan alam
maupun lingkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan
Bagikan
PENGARTIAN TEORI BELAJAR, MACAM-MACAM TEORI BELAJAR
4/
5
Oleh
ATLET.COM