Friday, 7 October 2016

PENGARTIAN TEORI BELAJAR, MACAM-MACAM TEORI BELAJAR





 PENGARTIAN TEORI BELAJAR, MACAM-MACAM TEORI BELAJAR
I.       PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang Masalah
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan hanya sekadar menghapal, melainkan suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang. (Rusman, 2014: 134)

Belajar bagi orang awam adalah mencoba melakukan hal yang baru yang belum bisa ia lakukan sebelumnya. Seorang anak melihat temannya bermain sepeda di depan rumahnya. Anak yang melihat ini mau belajar membawa sepeda. Ia memperhatikan bagaimana temannya tadi  mengayuh sepeda. Ia mau meniru cara anak tadi mengayuh sepeda. Suatu pagi anak itu meminta sepeda kepada Ayahnya. Ayah dengan penuh kasih sayang mengabulkan permintaan anaknya. Terobsesi dengan teman-temannya main sepeda sang anak langsung mengendarai sepedanya itu hingga terjatuh berkali-kali. tanpa mempedulikan rasa sakit ia belajar terus sampai  si anak pandai naik sepeda.  

Belajar ada yang mengatakan sebuah pengalaman yang pernah dialami dan dirasakan hasilnya oleh seseorang. Sesuai dengan ungkapan “alam takambang jadi guru.” Artinya, belajar itu dapat dari mana saja, seperti lingkungan masyarakat, alam terbuka, tidak hanya di lingkungan sekolah.

Ada juga yang mengatakan belajar itu hasilnya harus ada membawa perubahan yang permanen bagi pembelajar. Misalnya, seorang anak belajar tentang kebersihan, dari proses belajar ia sudah tahu menjaga kebersihan itu diantaranya tidak boleh buang sampah sembarangan. Karena sudah permanen setiap ada sampah ia selalu membuangnya ke tong sampah tanpa disuruh lagi. Ternyata cukup banyak pandangan orang tentang belajar. Makalah ini mencoba membahas belajar dan teori  belajar menurut pera ahli.
1.2.   Rumusan Masalah
Perumusan masalah kajian ini adalah sebagai berikut:
1.      apakah pengertian  belajar?
2.      apa sajakah jenis teori belajar menurut para ahli?

1.3.  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui:
1.      pengertian  belajar,
2.      jenis teori belajar menurut para ahli.




II.    PEMBAHASAN
2.1.  Pengertian  Belajar
Para ahli telah menyusun pengertian belajar dari beberapa sudut pandang yang berbeda sesuai dengan keilmuan yang melatarbelakangi mereka. Berikut ini penulis kutip pengertian belajar dari beberapa sumber.

Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Berdasarkan teori ini seseorang dikategorikan belajar bila sudah mendapatkan stimulus sebagai input dan output berupa respon. stimulus ini apa saja yang diberikan atau ditransfer pengajar kepada seseorang yang belajar, dan respon adalah reaksi yang dilakukan atau didapatkan oleh pelajar, biasanya ditandai dengan perubahan perilaku dan pengetahuan yang diperoleh pelajar. (sumber :Wikipedia.org)

Winkel berpendapat, belajar adalah semua aktivitas mental atau  psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.

Gagne di dalam bukunya The Conditions of Learning 1977, pengertian belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan yang terjadi dimaksud disebabkan adanya pengalaman dan latihan-latihan bukan berupa akibat refleks atau naluri. sumber:belajarpsikologi.com

Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) Pengertian Belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Berdasarkan pengertian ini segala proses yang dilakukan secara sadar dan menimbulkan perubahan dari diri pelajar dianggap belajar. (sumber:belajarpsikologi.com)

Moh. Surya berpendapat pengertian Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. (sumber:belajarpsikologi.com).

Vernon S. Gerlach & Donal P. Ely (1971) dalam Arsyad (2011: 3) mengemukakan bahwa “belajar adalah perubahan perilaku, sedangkan perilaku itu adalah tindakan yang dapat diamati. Dengan kata lain perilaku adalah suatu tindakan yang dapat diamati atau hasil yang diakibatkan oleh tindakan atau beberapa tindakan yang dapat diamati”. sumber : ichaledutech

Imron, (1996;2) mendefinisikan  belajar adalah sebagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relative menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman.

Slameto (2003:2) berpendapat secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi siswa dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhannya.

Cronbach dalam Djamarah (2002:13) mengartikan belajar sebagai usaha aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Djamarah (2002:13) ini belajar juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak tubuh yang nampak harus sejalan dengan proses jiwa untuk memperoleh perubahan. Perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik saja, tetapi juga perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan yang berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang.

Muhibbin berpendapat Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. sumber : belajarbagus.com

Bower (1987;150) berpendapat Belajar adalah ditunjukkan oleh perubahan yang relatif tetap dalam perilaku yang terjadi karena adanya latihan dan pengalaman-pengalaman. Kemudian menurut Bower (1987: 150) “Learning is a cognitive process”.  Belajar adalah suatu proses kognitif.sumber: visiuniversal

Berdasarkan pendapat di atas dapat penulis simpulkan belajar adalah adanya perubahan tingkah laku secara sadar akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon hasil dari pengalaman atau latihan. Perubahan perilaku didapat secara tidak sadar seperti fenomena Ponari dia dapat ilmu mengobati orang hanya didapat dari mimpi. Fenomena dukun yang datang secara gaib itu tidak termasuk perubahan tingkah laku dari hasil belajar.

2.2.  Teori Belajar
Selain Pengertian belajar di atas ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli tentang Teori Belajar ini. Berikut adalah macam-macam teori belajar.

Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
2.2.1.1 Teori Belajar  Thorndike 
Berdasarkan teori stimulus-respon, Thorndike menyatakan bahwa cara belajar manusia dan binatang pada dasarnya sama, karena belajar pada dasarnya terjadi melalui pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon, Menurut Thorndike, terjadinya asosiasi stimulus dan respon berdasarkan tiga hukum, yaitu:

a. Hukum kesiapan, yang mempunyai tiga ciri:
  • Jika seseorang berkeinginan untuk bertindak dan keinginan tersebut dilaksanakan, maka dia akan puas dan tidak melakukan tindakan yang lain.
  • Jika seseorang berkeinginan untuk bertindak dan keinginan itu tidak dilaksanakan, maka dia tidak puas dan akan melakukan tindakan yang lain.
  • Jika seseorang tidak mempunyai keinginan untuk bertindak, tetapi dia  melakukan tindakan itu, maka dia merasa tidak puas dan akan melakukan tindakan lain. 

b. Hukum latihan, yang berprinsip utama pada latihan (pengulangan). Oleh karena itu, jika guru sering memberi latihan (S) dan siswa menjawabnya (R), maka prestasi belajar siswa pada pelajaran tersebut akan meningkat. Thorndike menyatakan bahwa pengulangan tanpa ganjaran tidak efektif, karena asosiasi S dan R hanya diperkuat oleh ganjaran. Jadi hukum latihan ini mengarah pada banyaknya pengulangan, yang biasa disebut drill.

c. Hukum akibat, yang menunjukkan bahwa jika suatu hubungan dapat dimodifikasi seperti halnya hubungan antara stimulus dan respon, dan hubungan tersebut diikuti oleh peristiwa yang diharapkan, maka kekuatan hubungan yang terjadi semakin meningkat. Sebaliknya, jika kondisi peristiwa yang tidak diharapkan mengikuti hubungan tersebut, maka kekuatan hubungan yang terjadi semakin berkurang.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seseorang akan melakukan pekerjaan jika hasil pekerjaan itu akan memberikan rasa menyenangkan atau memuaskan,. Sebaliknya,  jika hasil tersebut tidak membawa dampak menyenangkan, maka seseorang tidak melaksakan pekerjaan tersebut.

2.2.1.2 Teori Belajar  Skinner
Menurut pandangan B. F. Skinner (1958), belajar merupakan  suatu proses atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif. Pengertian belajar ialah suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respons. Skinner berpendapat bahwa ganjaran merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses belajar, tetapi istilahnya perlu diganti dengan penguatan. Ganjaran adalah sesuatu yang menggembirakan, sedangkan penguatan adalah sesuatu yang mengakibatkan meningkatkatnya suatu respon tertentu. Penguatan tidak selalu berupa hal yang menggembirakan, tetapi dapat terjadi sebaliknya.

2.2.1.3 Teori Belajar  Robert M. Gagne  
Sejalan dengan Thorndike dan Skinner, Gagne juga salah satu tokoh penganut aliran psikologi Stimulus-Respon (S-R). Gagne berpendapat bahwa terjadinya belajar seseorang karena dipengaruhi faktor dari luar dan faktor dari dalam diri orang tersebut dimana keduanya saling berinteraksi (Nasution, 2000:136). Faktor dari luar (eksternal) yaitu stimulus dan lingkungan dalam acara belajar, dan faktor dari dalam (internal) yaitu faktor yang menggambarkan keadaan dan proses kognitif siswa.

Keadaan internal menunjukkan pengetahuan dasar (yang berkaitan dengan bahan ajar), sedangkan proses kognitif menunjukkan bagaimana kemampuan siswa mengolah/mencerna bahan ajar. Kondisi internal belajar ini berinteraksi dengan kondisi eksternal belajar, dan dari interaksi tersebut tampaklah hasil belajar. Untuk lebih memperjelas interaksi tersebut, disusun suatu bagan yang mengilustrasikan interaksi antara komponen esensial belajar dan pembelajaran.

Menurut Gagne, ada tiga tahap dalam belajar yaitu:
  • Persiapan untuk belajar dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan, dan mendapatkan kembali informasi.
  • Pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi), yang digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantik, pembangkitan kembali, respon, dan penguatan.
  • Alih belajar yaitu pengisyaratan untuk membangkitkan dan memberlakukan secara umum.

Dengan demikian menurut Gagne hasil belajar merupakan hasil interaksi stimulus dari luar dengan pengetahuan internal siswa.


2.2.2        Teori  Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif  mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif  ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan.


2.2.2.1 Teori Belajar Ausubel
Sebagai pelopor aliran kognitif, David Ausable mengemukakan teori belajar bermakna (meaningful learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan dalam informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. (Ratna Willis Dahar: 1996). Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran dapat menimbulkan belajar bermakna jika memenuhi prasayasat, yaitu:
1.        Materi yang akan dipelajari melaksanakan belajar bermakna secara potensial
2.        Anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna. Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung dari materi itu memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
Berdasarkan pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausuble mengajukan 4 prinsip pembelajaran , yaitu:
1.        Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama denan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Pemggunaan pengatur awal tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi , terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
2.        Diferensiasi progresif
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
3.        Belajar superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsepkonsep yang lebih luas dan inklusif.
4.        Penyesuaian Integratif
Pada suatu sasat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausable mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif Caranya materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hiierarkhi-hierarkhi konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan. Penangkapan (reception learning). Menurut Ausubel , siswa tidak selalu mengetahui apa yang penting atau relevan untuk dirinya sendiri sehigga mereka memerlukan motivasi eksternal untuk melakukan kerja kognitif dalam mempelajari apa yang telah diajarkan di sekolah. Ausable menggambarkan model pembelajaran ini dengan nama belajar penangkapan.
Inti belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori, yakni pembelajaran sistematik yang direncanakan oleh guru mengenai informasi yang bermakna (meaningful information). Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1.        Penyajian advance organizer
Advance organizer merupakan pernyataan umum yang memeperkenalkan bagian-bagian utama yang etrcakup dalam urutan pengajaran. Advance organizer berfungsi untuk menghubungkan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi yang telah berda didalam pikiran siswa, dan memberikan skema organisasional terhadap informasi yang sangat spesifik yang disajikan.
2.        Penyajian materi atau tugas belajar.
Dalam tahap ini, guru menyajikan metri pembelajaran yang baru dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan tugas-tugas belajar kepada siswa. Ausuble menekankan tentang pentingnya mempertahankan perhatian siswa, dan juga pentingnya pengorganisasian meteri pelajaran yang dikaitakan dengan struktur yang terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresif, dimana pembelajaran berlangsung setahap demi setahap, dimulai dari konsep umum menuju kepada informasi spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep lama dengan konsep baru.
3.        Memperkuat organisasi kognitif.
Ausuble menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, degan cara mengingatkan siswa bahwa rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta mengjukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap pelajaran yang baru dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan pengorganisasian materi pembelajaran sebagaimana yang dideskripsikan didalam advance organizer samping itu juga memberikan pertanyaan kepada siswa dalam rangka menjajaki keluasan pemahaman siswa tentang isi pelajaran.
Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful)  jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar ,1988 :142) juga menyatakan bahwa agar belajar bermakna terjadi dengan baik dibutuhkan beberapa syarat, yaitu :
1.        Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial,
2.        Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.
Dikatakan lebih lanjut oleh Ausubel (Dahar ,1989 :141) ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu :
a)        Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat,
b)        Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip,
c)        Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.
Belajar bermakna (meaningfull learning) yang digagas David P. Ausubel adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa lebih mudah memahami dan mempelajari, karena guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sehingga mereka dengan mudah mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya. Sehingga belajar dengan “membeo” atau belajar hafalan (rote learning) adalah tidak bermakna (meaningless) bagi siswa. Belajar hafalan terjadi karena siswa tidak mampu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang lama.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam skema yang telah ia punya. Dalam prosesnya siswa mengkonstruksi apa yang ia pelajari dan ditekankan pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena,  dan fakta-fakta baru kedalam system pengertian yang telah dipunyainya.
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.
Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:
A.       Belajar dengan penemuan yang bermakna
Yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
B.       Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna
Yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
C.       Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna
Materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki.
D.      Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna
Yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki. Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu:
a.         Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memiliki strategi belajar bermakna,
b.         Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa,
c.         Tugas-tugas belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa.


2.2.2.2 Teori Belajar  Piaget 
Jean Piaget, psikolog-kognitif dari Swiss ini, berpendapat bahwa proses berpikir manusia merupakan suatu perkembangan bertahap dari berpikir intelektual kongkrit ke abstrak secara berurutan melalui empat tahap. Urutan tahapan itu tetap bagi setiap orang, tetapi usia kronologis bagi setiap orang yang memasuki tiap tahap berpikir berbeda-beda tergantung kondisi masing-masing individu. Keempat tahap tersebut adalah:
  • Tahap sensori motor pada usia 0-2 tahun.
  • Tahap praoperasional pada usia 2-7 tahun.
  • Tahap periode operasi kongkrit pada usia 7-12 tahun.
  • Yang terakhir adalah tahap operasi formal pada usia 12 tahun ke atas. Istilah operasi di sini dimaksudkan suatu proses berfikir logis yang merupakan aktivitas mental (bukan aktivitas sensori motor).

2.2.2.3 Teori Belajar Bruner  
Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan teori belajar menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
  • Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru.
  • Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.
  • Evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.

Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan. Hal ini tergantung pada hasil yang diharapkan, di samping motivasi siswa, minat, keinginan dan dorongan untuk menemukan sendiri. Selain itu, Bruner juga mengangkat empat tema pendidikan yaitu:
  • Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan.
  • Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar.
  • Nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi.
Motivasi atau keinginan siswa untuk belajar, dan kemampuan guru untuk memotivasinya




2.2.3        Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir(filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selain itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
2.2.3.1 Teori Belajar Vigotsky
Nama lengkapnya adalah Lev Semyonovich Vygotsky. Ia dilahirkan di salah satu kota Tsarist, Russia, tepatnya pada pada 17 November 1896, dan  berkuturunan Yahudi. Ia tertarik pada psikologi saat berusia 28 tahun.
Seseorang yang belajar dipahami sebagai seseorang yang membentuk pengertian/pengetahuan secara aktif dan terus-menerus.  Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek “internal” dan “eksternal” dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas- tugas itu berada dalam “zone of proximal development” mereka. Zone of proximal development adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
Vygotsky banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berpikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan  alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua  selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam kebudayaannya.
Aliran psikologi yang dipegang oleh Vygotsky lebih mengacu pada kontruktivisme karena ia lebih menekankan pada hakikat pembelajaran sosiokultural.  Dalam analisisnya, perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial secara aktif. Oleh karenanya, konsep teori perkembangan kognitif Vygotsky berkutat pada tiga hal:
1.        Hukum Genetik tentang Perkembangan (Genetic Law of Development)
Setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua aturan, yaitu tataran sosial lingkungannya dan tataran psikologis yang ada pada dirinya.
2.        Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development)
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain. Vygotsky membedakan antaraactual development dan potential development pada anak. Actual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
3.        Mediasi
Mediator yang diperankan lewat tanda maupun lambang adalah kunci utama memahami proses-proses sosial dan psikologis. Makanya, jika dikaji lebih mendalam teori perkembangan kognitif Vygotsky akan ditemukan dua jenis mediasi, yaitu metakognitif dan mediasi kognitif. Media metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotic yang bertujuan untuk melakukan self regulation (pengaturan diri) yang mencakup self planning, self monitoring, self checking, danself evaluation. Media ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi. Sedangkan media kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan pengetahuan tertentu. Sehingga media ini dapat berhubungan dengan konsep spontan (yang mungkin salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
Vygotsky lebih menekankan pada peran aspek sosial dalam pengembangan intelektual atau kognitif anak. Vygotsky memandang bahwa kognitif anak berkembang melalui interaksi sosial. Anak mengalami interaksi dengan orang yang lebih tahu. Secara singkat, teori perkembangan sosial berpendapat bahwa interaksi sosial dengan budaya mendahului. Maksudnya dari relasi dengan budaya membuat seorang anak mengalami kesadaran dan perkembangan kognisi. Jadi intinya Vygotsky memusatkan perhatiannya pada hubungan dialektik antara individu dan masyarakat dalam pembentukan pengetahuan.
Pengetahuan terbentuk sebagai akibat dari interaksi sosial dan budaya seorang anak. Pengetahuan tersebut terbagi menjadi dua bentuk, yaitu pengetahuan spontan dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan spontan mempunyai sifat lebih kurang teridentifikasi secara jelas, tidak logis, dan sistematis. Sedangkan pengetahuan ilmiah sebuah pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal dan sifatnya lebih luas, logis, dan sistematis. Kemudian proses belajar adalah sebuah perkembangan dari pengertian spontan menuju pengertian yang lebih ilmiah.
2.2.4  Teori Belajar Humanistik

Menurut Habermas, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud adalah lingkungan alam maupun lingkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan.

Menurutnya ada 3 tipe belajar :
§     Belajar Teknis (technical learning) → bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar. Pengetahuan dan keterampilan apa yang dibutuhkan dan perlu dipelajari agar mereka dapat menguasai dan mengelola lingkungan sekitarnya dengan baik.
§     Belajar Praktis (practical learning) → bagaimana seseorang dapat berinterkasi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang disekelilingnya dengan baik.
→ Kegiatan belajar lebih mengutamakan terjadinya interaksi yang harmonis antara sesama manusia. Pemahaman dan keterampilan seseorang dalam mengelola lingkungan alamnya tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan manusia pada umumnya. Interaksi yang benar antara individu dengan lingkungan alamnya hanya akan tampak dari kaitan atau relevansinya dengan kepentingan manusia.
§     Belajar Emansipatoris (emancipatory learning) → menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya.

Dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang benar untuk mendukung terjadinya transformasi kultural tersebut. Pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi kultural inilah yang oleh Habermas dianggap sebagai tahap belajar yang paling tinggi, sebab transformasi kultural adalah tujuan pendidikan yang paling tinggi.

Humanistik 
§     Abraham Maslow
§     Mazhab ketiga dalam perkembangan psikologi ini, lahir sebagai reaksi atas teori-teori Behaviorisme (kental dengan sifat behavioristik, asosianistik dan eksperimental) dan Psikoanalisis (depth psychology dengan sifat klinis-pesimistik).
§     Suatu telaah terhadap sisi-sisi yang lebih bermanfaat, bermakna dan dapat diterapkan bagi kemanusiaan, yang kemudian menjadi titik tolak bagi pengembangannya.


Teori MasLow

§     Pentingnya kesadaran akan perbedaan individu, dengan memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan. Menggali dan menemukan sisi-sisi kemanusiaan, pada taraf tertentu akan sampai pada penemuan diri. 
§     Proses belajar yang ada pada diri manusia adalah proses untuk sampai pada aktualisasi diri (learning how to be).
§     Belajar adalah mengerti dan memahami siapa diri kita, bagaimana menjadi diri sendiri, apa potensi yang kita miliki, gaya apa yang anda miliki, apa langkah-langkah yang anda ambil, apa yang dirasakan, nilai-nilai apa yang kita miliki dan yakini, kearah mana perkembangan kita akan menuju.

Belajar di satu sisi adalah memahami bagaimana anda berbeda dengan yang lain (individual differences), dan di sisi lain adalah memahami bagaimana anda menjadi manusia sama seperti manusia yang lain (persamaan dalam specieshood or humanness)


Carl Rogers 

Carl Rogers lebih menekankan pada pengalaman individu sebagai fenomena-logikal yg dialami oleh individu sendiri. Menurut Rogers, setiap individu mempunyai kecenderungan dan hasrat sendiri untuk mencapai kesempurnaan hidup.

Setiap individu membentuk konsep hidup yg unik melalui sistem nilai dan kepercayaan yg berbeda dgn org lain. Tingkah laku yg ditunjukkan adalah selaras dengan konsep kehidupannya. Tingkah laku individu hanya diperoleh melalui proses komunikasi,








 


III. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat penulis simpulkan
1.      belajar adalah adanya perubahan tingkah laku secara sadar akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon hasil dari pengalaman atau latihan. Perubahan perilaku didapat secara tidak sadar seperti fenomena Ponari dia dapat ilmu mengobati orang hanya didapat dari mimpi. Fenomena dukun yang datang secara gaib itu tidak termasuk perubahan tingkah laku dari hasil belajar.
2.      Jenis teori belajar menurut para ahli secara garis besar ada empat yaitu: teori behaviorisme, teori kognitivisme, teori kontruktivisme, dan teori humanistik. 
3.      teori behaviorisme, aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
4.      teori kognitivisme, Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
5.      teori kontruktivisme; pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong
6.      teori humanistik; belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud adalah lingkungan alam maupun lingkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan 














Bagikan

Jangan lewatkan

PENGARTIAN TEORI BELAJAR, MACAM-MACAM TEORI BELAJAR
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.