Wednesday, 19 October 2016

Tinjauan Bentuk dan Makna Dari Ranah Bahasa, Tinjauan Struktur Bentuk Fisik Puisi, Tinjauan Makna struktur puisi.



1.1  Latar Belakang Masalah
 
Karya sastra merupakan karya imajinatif bermediumkan bahasa yang fungsi estetiknya dominan. Pradopo (2002:3) puisi sebagai salah satu karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya, salah stunya adalah dari aspek bentuk dan makna. Bentuk dan makna bahasa sastra sebagai media ekspresi sastrawan dipergunakan untuk memeroleh nilai seni karya sastra, dalam hal ini berhubungan dengan bentuk style ‘gaya bahasa’ sebagai sarana sastra. Hal ini bertujuan agar bahasa menjadi kebutuhan dalam bahasa sastra sebagai fungsi estetis yang dominan. Bentuk bahasa sastra berhubungan dengan fungsi semiotik bahasa sastra. Bahasa merupakan sistem semiotik tingkat pertama (first order semiotics), sedangkan sastra merupakan sistem semiotik tingkat kedua (second order semiotics) (Abrams, 1981: 172). Sebagai medium karya sastra, bahasa berkedudukan sebagai semiotik tingkat kedua dengan konvensi sastra. Menurut kaum Formalis Rusia, bahasa adalah cara penuturan yang bersifat tidak otomatis, tidak rutin, tidak biasa (Teeuw, 1984: 131).
Sebagai sebuah media ekspresi sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bentuk dan makna bahasa sastra memiliki beberapa ciri antara lain sebagai bahasa emotif dan bersifat konotatif sebagai kebalikan bahasa nonsastra, khususnya bahasa ilmiah yang rasional dan denotatif.
Secara rinci, bentuk dan makna bahasa sastra memiliki sifat antara lain: emosional artinya bentuk dan makna bahasa sastra megandung ambiguitas yang luas yakni penuh homonim, manasuka atau kategori-kategori tak rasional; bahasa sastra diresapi peristiwa-peristiwa sejarah, kenangan dan asosisasi-asosiasi, konotatif artinya bahasa sastra mengandung banyak arti tambahan, jauh dari hanya bersifat referensial (Wellek & Warren, 1989: 22-25), bergaya (berjiwa) merupakan bahasa yang digunakan secara khusus untuk
menimbulkan efek tertentu, khususnya efek estetis (Pradopo, 1997: 40), dan ketidaklangsungan ekspresi.
Menurut Riffaterre (1978: 1) menyatakan bahwa puisi itu ekspresi yang tidak langsung. Meskipun teori Riffaterre ini dalam hubungannya dengan puisi, hal ini berlaku pula bagi prosa atau fiksi. Menurut Riffaterre (1978: 2) ketaklangsungan ekspresi tersebut disebabkan oleh tiga hal, yakni: penggantian arti (displacing of meaning) dilakukan dengan penggunaan metafora dan metonimia, penyimpangan arti (distorting of meaning) disebabkan oleh adanya pemakaian: ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense, dan penciptaan arti (creating of meaning) yaitu pengorganisasian teks.
Penggunaan medium bentuk dan makna bahasa sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi kehidupan manusia. Ia tidak hanya mencakup satu unsur peradaban dan kebudayaan, tetapi seluruh unsur yang menyertai peran manusia di dunia sebagai pelaku dalam peradaban tersebut.


2.2    RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini adalah bentuk dan makna terhadap bahasa dan sastra.

2.3. METODE PENULISAN

Penulis menggunakan metode studi pustaka dalam penyusunan makalah. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah. Selain itu, sumber lain seperti internet juga dipakai penulis untuk memperkuat sumber yang sudah ada.


2.4. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan makalah ini dibagi dalam tiga bab, yaitu BAB I PENDAHULUAN yang berisi: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Metode Penulisan, serta Sistematika Penulisan, Tujuan Penulisan, BAB II PEMBAHASAN yang berisi: dan BAB III PENUTUP yang berisi: Iktisar.

2.5    TUJUAN PENULISAN

Tujuannya dari penulisan makalah ini adalah menjelaskan Tinjauan Bentuk dan Makna  Dari Ranah Bahasa, Tinjauan Struktur Bentuk Fisik Puisi,  Tinjauan Makna struktur puisi.
2.1 Tinjauan Bentuk dan Makna dari Ranah Bahasa

            Menurut Wijana (1998:1) secara garis besar elemen bahasa terdiri dari dua macam, pertama,elemen bentuk dan kedua, elemen makna atau untuk ringkasnya disebut bentuk dan makna. Bentuk adalah elemen fisik tuturan. Elemen fisik ini terdiri dari tataran terendah sampai tataran tertinggi bentuk yang diwujudkan dengan bunyi, suku kata, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Bunyi merupakan satuan bahasa terkecil, sedangkan wacana merupakan satuan bahasa terbesar. Didalam hirarki gramatikal satuan kebahasaan yang disebut wacana, menduduki tataran tertinggi yang perwujudannya dapat berupa karangan yang utuh seperti novel, buku, seri ensiklopedia.
            Di dalam pertuturan tindak bahasa, beberapa bentuk kebahasaan, seperti bunyi dan suku kata hadir tidak berdiri sendiri, melainkan selalu bersama bunyi atau suku kata yang lainnya. Hannya saja, untuk kepentingan analisis bahasa didalam studi fonetik atau fonologi unsur-unsur ini dipisahkan dari lingkungan atau unsur yang berbeda didekatnya.
            Bentuk-bentuk kebahasaan yang berwujud bunyi, suku kata, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana adalah unsur kebahasaan yang dipisah-pisahkan atau disegmentasikan. Oleh karenanya, unsur-unsur ini disebut unsur segmental. Selain unsur ini terdapat juga unsur yang tak dapat dipisahkan, yakni unsur suprasegmental. Unsur-unsur suprasegmental terdiri dari keras lemahnya suara (tekanan), tinggi rendahnya suara (nada), panjang pendeknya ucapan (durasi), dan jarak waktu pengucapan (jeda). Variasi keempat unsur suprasegmental didalam tuturan seseorang disebut intonasi. Di dalam bahasa tulis unsur-unsur suprasegmental dikenal dengan tanda baca, seperti koma (,), titik(.), dsb. Bagaimanapun lengkapnya kaidah tata tulis sebuah bahasa, kaidah-kaidah itu tidak akan mampu menggambarkan keseluruhan variasi unsur-unsur segmental bahasa lisan.
Bentuk-bentuk kebahasaan memiliki hubungan dengan makna yang dinyatakannya. Menurut ayah ilmu bahasa moderen Ferdinand de Saussure mengemukakan bahwa, hubungan antara bentuk dan makna bersifat arbiter dan konvnsional. Sifat arbiter mengandung pengertian tidak ada hubungan kausal, logis, alamiah, ataupun historis antara bentuk dan makna itu. Sementara itu, sifat konvensional menyarnkan bahwa hubungan antara bentuk kebahasaan dan maknanya terwujud atas dasar konvensi atau kesepakatan bersama.


2.2  Tinjauan Struktur Bentuk Fisik Puisi
Puisi sebagai sebuah karya seni sastra yang dapat dikaji dari bermacam-macam aspek bentuknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang terbentuk dari bermacam-macam unsur bentuk dan makna kepuitisan. Adapun struktur bentuk fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
a.  Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
b. Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka bentuk kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
c.  Imaji, yaitu bentuk kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair. Dalam menulis sebuah puisi, biasanya penyair tidak hanya menggunakan kata-kata yang bermakna lugas atau denotatif, tatapi menggunakan kata-kata yang bermakna atau mengandung arti lain atau konotatif. Dalam hubungannya dengan  arti konotatif, imaji dan simbol mempunyai hubungan. Persamaanya adalah bahwa baik citra maupun simbol bermakna konotatif. Adapun perbedaannya  adalah terletak pada cara pengungkapannya.
d.  Kata kongkret, yaitu bentuk kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
e.  Bahasa figuratif, yaitu bentuk bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
f.  Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bentuk bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

2.3 Tinjauan Struktur Makna Puisi
Menurut Pateda (2010:79) istilah makna (meaning)merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Memahami makna puisi atau sajak tidaklah mudah, lebih-lebih pada waktu sekarang puisi makin kompleks dan aneh, Pradopo (2002:278). Jenis sastra puisi lain dengan jenis strata prosa. Prosa lebih mudah dipahami tampaknya dari pada puisi. Hal ini disebabkan oleh bahasa prosa itu merupakan ucapan biasa, sedangkan puisi merupakan ucapan yang tidak biasa. Biasa atau tidak biasa itu bila keduanya dihubungkan dengan tata bahasa normatif.
Pemaknaan puisi atau pemberian makna puisi ini berhubungan dengan teori sastra masa kini yang lebih memberikan perhatiannya kepada pembaca dari lainnya. Puisi itu merupakan suatu artefak yang baru akan mempubyai makna bila diberi makna oleh pembaca. Akan tetapi, pemerian makna tersebut tidak boleh semau-maunya, melainkan berdasarkan kerangka semiotik (ilmu/sistem tanda). Puisi harus dipahami sebagai sistem tanda yang mempunyai makna berdasarkan konvensi. Medium puisi adalah bahasa yang memiliki arti di dalam puisi. Oleh karena itu, bhasa disebut sebagai sistem tanda atau semiotik tingkat pertama. Makna bahasa disebut arti yang ditentukan oleh masyarakat pengguna bahasa. Oleh karena itu, untuk memberikan makna puisi haruslah diketahui konvensi puisi tersebut. Kemusian, untuk memahami secara utuh sebuah puisi, di samping harus memahami lapis bentuk/struktur, kita perlu juga pahami lapis makna puisi serta unsur ekstrinsik yang turut mendukung; seperti biografi pengarang, latar sosial, budaya, politik saat puisi dibuat, dan sebagainya. Yang termasuk lapis makna dalam puisi adalah:
a. Tema/sense adalah gagasan pokok yang diciptakan/dilukiskan oleh penyair melalui    puisinya.
b.  Perasaan/feeling adalah sikap penyair terhadap tema yang dikemukakan dalam puisinya.
c.  Nada dan suasana/tone adalah sikap penyair terhadap pembaca/ penikmat puisi.
d.  Amanat adalah pesan yang hendak disampaikan oleh penyair. Amanat seringkali tersirat di balik kata-kata yang disusun dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Seringkali
     amanat ini tidak disadari penyair.

Bagikan

Jangan lewatkan

Tinjauan Bentuk dan Makna Dari Ranah Bahasa, Tinjauan Struktur Bentuk Fisik Puisi, Tinjauan Makna struktur puisi.
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.