Aksiologi
Secara
etimologi aksiologi berasal dari kata “axios”
(Yunani) yang berarti “nilai”, dan “logos”
yang berarti teori. Jadi secara singkat aksiologi dapat diartikan sebagai teori
nilai. Menurut Suriasumantri (dalam ismaliani, 2008: 1), aksiologi adalah teori
nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa aksiologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang kegunaan
pengetahuan dalam kehidupan manusia yang mengkaji tentang nilai-nilai etika dan
estetika.
Dalam
pembahasan terdahulu kita telah membahas tentang hakikat apa yang dikaji
(ontologi), dan bagaimana cara mendapatkan atau memperoleh ilmu (epistemologi),
kini sampailah pada pembahasan aksiologi yang juga termasuk dalam cabang
filsafat yang membahas nilai kegunaan dari ilmu-ilmu tersebut. Aksiologi
mengkaji tentang nilai, dan teori nilai tersebut dibagi menjadi dua
yaitu etika dan estetika. Makalah ini akan membahas tentang pengertian
aksiologi, nilai, etika dan estetika.
Aspek
aksiologi merupakan aspek yang membahas tentang untuk apa ilmu itu digunakan.
Menurut Bramel, dalam aspek aksiologi ini ada Moral conduct, estetic
expresion, dan sosioprolitical. Setiap ilmu bisa untuk
mengatasi suatu masalah sosial golongan ilmu. Namun, salah satu tanggung jawab
seorang ilmuan adalah dengan melakukan sosialisasi tentang penemuannya sehingga
tidak ada penyalahgunaan dengan hasil penemuan tersebut. Moral adalah hal yang
paling susah dipahami ketika sudah mulai banyak orang yang meminta permintaan,
moral adalah sebuah tuntutan.
Ilmu
bukanlah sekadar pengetahuan (knowledge). Ilmu memang berperan tetapi
bukan dalam segala hal. Sesuatu dapat dikatakan ilmu apabila objektif, metidis,
sistematis, dan universal. Dan knowledgeadalah keahlian maupun
keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman maupun pemahanan dari suatu
objek. Sains merupakan kumpulan hasil observasi yang terdiri dari perkembangan
dan pengujian hipotesis, teori, dan model yang berfungsi menjelaskan data-data.
- Hakikat Nilai
Runes (dalam Sadulloh, 2003:38) mengemukakan
beberapa persoalan tentang nilai yang mencakup: hakikat nilai, tipe nilai,
kriteria nilai, status metafisika nilai. Ada beberapa teori yang berbicara
tentang hakikat nilai antara lain:
1. Teori
voluntarisme mengatakan nilai adalah suatu pemuasan terhadap keinginan atau kemauan.
2. Teori
hedonisme beranggapan bahwa hakikat nilai adalah kesenangan atau “pleasure” karena
semua kegiatan manusia terarah pada pencapaian kesenangan.
3. Teori
formalisme menyatakan nilai adalah kemauan yang bijaksana yang didasarkan pada
akal rasional. Berdasarkan teori ini nilai itu berari sudah berdasarkan
pertimbangan baik dan buruknya.
4. Teori
pragmatisme menyatakan bahwa nilai itu baik apabila memenuhi kebutuhan dan
memiliki nilai instrumental yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Menurut Beerling (2003:132) mengatakan bahwa
sesuatu tanggapan disebut pertimbangan nilai jika didalamnya orang mengatakan
bahwa sesuatu bernilai baik atau keliru diharapkan atau tidak diharapkan,
positif atau negative, menguntungkan atau merugikan, indah atau jelek.
Dari beberapa teori di atas maka dapat
disimpulkan bahwa nilai adalah
sesuatu yang berharga yang diidamkan setiap insan. Berharga dalam hal ini
adalah jika memiliki kegunaan atau manfaat bagi kehidupan manusia. Dengan
demikian bila nilai dihubungkan dengan ilmu, maka ilmu dapat dikatakan bernilai
karena menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya kebenarannya, objektif
yang terkaji secara kritik.
- Tipe Nilai
Nilai memiliki
beberapa tipe sebagai berikut.
1.
Nilai intrinsik
Nilai intrinsik merupakan suatu nilai akhir
yang menjadi tujuan yang memiliki harkat atau harga dalam dirinya. Contohnya
suatu lukisan yang memancarkan keindahannya dimanapun ia diletakkan.
2.
Nilai instrumental
Adalah sebagai alat untuk mencapai nilai
akhir. Sebagai contoh shalat lima waktu yang dikerjakan setiap hari. Nilai
instrinsiknya adalah shalat itu merupakan perbuatan luhur dan terpuji,
sedangkan nilai instrumentalnya adalah dengan melakukan shalat yang ikhlas
dapat mencegah perbuatan keji dan munkar, yang pada akhirnya akan mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat, yang merupakan nilai akhir dari kehidupan manusia.
- Kriteria
Nilai
Sesuatu yang menjadi ukuran dari nilai
tersebut, bisa berupa nilai yang baik atau nilai yang buruk. Bagi kaum
hedonisme mereka menemukan ukuran nilai dalam sejumlah kesenangan, sementara
bagi kaum pragmatis menemukan ukuran nilai dari “kegunaannya” dalam
kehidupan baik individu maupun masyarakat. Berdasarkan hakikat nilai yang telah
disimpulkan sebelumnya maka kriteria nilai itu dikatakan baik jika memiliki
kegunaan atau manfaat dalam kehidupan manusia begitu pun sebaliknya.
- Status Metafisika Nilai
Yang dimaksud dengan status metafisika nilai
adalah bagaimana hubungan nilai-nilai tersebut dengan realitas. Menurut Runes
(dalam Sadulloh, 2003: 38) mengemukakan tiga jawabannya, yaitu subjektivisme
adalah nilai itu berdiri sendiri, namun bergantung dan berhubungan dengan
pengalaman manusia. Secara objektivisme logis, nilai itu sesuatu wujud, suatu
kehidupan yang logis, tidak terkait pada kehidupan yang dikenalnya. Secara
objektivisme metafisika, nilai adalah sesuatu yang lengkap, objektif, dan
merupakan bagian aktif dari realitas metafisik.
- Karakteristik Nilai
Ada bebeberapa karakteristik yang berkaitan
dengan teori nilai, yaitu nilai objektif dan subjektif, nilai absolut dan
berubah.
1. Nilai objektif dan subjektif
Suatu
nilai dikatakan objektif apabila nilai tersebut memiliki kebenarannya tanpa
memperhatikan pemilihan dan penilaian manusia. Nilai subjektif apabila nilai
tersebut memiliki preferensi abadi, dikatakan baik karena dinilai seseorang.
2. Nilai absolut dan berubah
Nilai
dikatakan absolut atau abadi apabila nilai yang berlaku sekarang sudah berlaku
sejak masa lampau dan akan berlaku serta absah sepanjang masa, serta akan
berlaku bagi siapa pun tanpa memperhatikan ras dan kelas social. contohnya
nilai kasih saying, Allah Maha Pengampun. Nilai dikatakan berubah apabila
tergantung dari pengalaman seseorang, dan diuji oleh pengalaman dalam kehidupan
masyarakat. Mungkin juga sebagai hasil kreasi akal rasional atau suatu
kepercayaan yang kuat sesuai dengan harapan dan keinginan manusia. Sebagai
contohnya adalah teknologi.
- Tingkatan Nilai
Beberapa pandangan yang berkaitan dengan
tingkatan nilai.
1.
Kaum idealis: nilai
spiritual merupakan tingkatan yang lebih tinggi dari material.
2.
Kaum reali: nilai rasional
dan empiris berada pada tingkatan atas
3.
Kaum pragmatis: tidak ada
kepastian dalam tingkatan nilai, karena menurut kaum ini apabila bisa memuaskan
kebutuhan yang penting dan memiliki nilai instrumental maka hal tersebut berada
pada tingkat atas.
- Jenis-jenis Nilai
Aksiologi dalam cabang filsafat dibedakan
menjadi etika dan estetika.
1.
Etika
Istilah etika berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti adat
kebiasaan. Dalam istilah lain etika disebut dengan moral (Yunani) yang berarti
kebiasaan. Walaupun antara etika dan moral terdapat perbedaan, tetapi para ahli
tidak membedakannya dengan tegas, bahkan secara praktis cenderung untuk memberi
arti yang sama. Menurut Salam (2000:6) mengemukakan bahwa etika itu mempelajari
tentang pola tingkah laku manusia yang dinilai baik dan buruk. Menurut Sudarsono
(2001:188) etika adalah ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk
manusia sejauh yang dapat dipahami manusia. Nilai-nilai luhur dalam
etika yang bersifat universal antar lain kejujuran, kebaikan,
kebenaran, rasa malu, kesucian diri, kasih sayang, hemat dan sederhana.
Walaupun etika mempelajari serta
mempersoalkan prilaku manusia, namun berbeda dengan psikologi, antropologi dan
sosiologi yang semuanya berhubungan dengan prilaku manusia. Menurut Salam
(1997:) letak perbedaannya adalah pada masalah dan fungsinya. Pada psikologi,
antropologi and sosiologi fungsinya menjelaskan kepada kita bagaimana manusia
bertingkah laku dan mengapa mereka bertingkah laku demikian.
Sedangkan pada masalahnya, memberikan kepada
kita fakta-fakta dan hukum-hukum tentang masyarakat, tentang tingkah laku
manusia sementara etika menilai . Sedangkan etika tidak berhubungan dengan
deskripsi dan penjelasan tingkah laku manusia beserta latar belakangnya,
melainkan untuk menilai perilaku tersebut. Etika juga tidak bermaksud mengganti
ilmu tersebut, dalam usahanya untuk dapat melakukan tugasnya dengan lebih
teliti, lebih tepat, dan lebih bijaksana.
Dapat disimpulkan, karena etika menilai
perbuatan manusia, maka lebih tepat jika dikatakan bahwa objek formal etika
adalah norma-norma kesusilaan atau nilai-nilai kesusilaan manusia, sementara
objek materialnya adalah tingkah laku dan perbuatan manusia yang dilakukan
secara sadar, sehingga dapat dikatakan bahwa etika mempelajari tingkah laku
manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi normatif,
yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma.
2.
Estetika
“Estetika adalah mempelajari pola cita rasa
yang dinilai indah (estetis) dan jelek” (Salam, 2000). Sedangkan menurut
Sadulloh (2003: 41) berpendapat bahwa estetika adalah nilai-nilai yang
berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan
dengan seni. Salah satu pernyataan mengenai estetika dirumuskan oleh Bell dalam
Pratiwi (2009:1) “Keindahan hanya dapat ditemukan oleh orang dalam dirinya
sendiri telah memiliki pengalaman sehingga dapat mengenali wujud bermakna dalam
satu benda atau karya seni tertentu dengan getaran atau rangsangan keindahan”.
Persoalan mengenai dasar pengalaman estetis
sendiri muncul sejak abad 18 setelah berkembangnya matematika semua pemikir
cenderung mencari dasar-dasar yang kuat yang bersifat matematis untuk moral,
politik hingga estetika. Pada abad pertengahan pengalamn keindahan dikaitkan
dengan pengalaman religi yaitu kebesaran alam ciptaan Tuhan. Pada zaman modern
pengalaman keindahan dikaitkan dengan tolak ukur lain seperti fungsi efisiensi
yangmemberi kepuasan, berharga bagi dirinya snediri pada cirinya sendiri dan
pada tahap kesadaran tertentu. Menurut Thomas Aquino “keindahan berkaitan dengan
pengetahuan”.
Sesuatu bersifat indah jika menyenangkan mata
si pengamat namun disamping itu terdapat penekanan pada pengetahuan bahwa
pengalaman keindahan akan bergantung pada pengalaman empirik dari
pengamat. Pertimbangan estetika dari pengolahan rupa setidaknya dapat
didekati melalui:
1.
Pemahaman karya sebagai
objek estetik
2.
Pemahaman terhadap manusia
sebagai subjek yang mengamati atau menciptakan karya estetik.
3.
Dapat disimpulkan
bahwa estetis atau keindahan adalah sesuatu
yang dapat menyenangkan mata si pengamat dengan pertimbangan karya sebagai
objek estetik dan subjek yang mengamati serta dengan tolak ukur fungsi
efisiensi yang memberi kepuasan dan berharga untuk dirinya sendiri. Dengan demikian kesenangan tersebut
mengarah kepada kebaikan.
Bagikan
Aksiologi : Hakikat Nilai, Tipe Nilai, Kriteria Nilai, Jenis dan Estetik
4/
5
Oleh
ATLET.COM